Headlines News :

Berita Terbaru

Gubernur Sumut Upayakan Beli Bawang Sitaan Bea Cukai untuk Masyarakat

Written By Marseno on Kamis, 11 April 2013 | 08.08

dakwatuna.com – Medan. Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, mengharapkan Bea Cukai tidak memusnahkan bawang merah dan bawang putih yang disita karena tidak memiliki dokumen impor sah. Bawang-bawang sitaan ilegal itu masih bisa dimanfaatkan untuk masyarakat.
Apalagi dengan perkembangan situasi terakhir – bawang langka di mana-mana, sitaan Bea Cukai yang didapatkan di Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjung Balai, itu sangat bermanfaat jika dilelang untuk masyarakat.
“Jadi, sebaiknya jangan dimusnahkan karena itu barangnya bermanfaat, bukan seperti narkoba,” katanya, di Medan, Senin.
Bukan cuma imbauan saja, karena gubernur baru Sumatera Utara itu menyatakan, jajarannya berupaya agar bawang sitaan itu dapat dibeli untuk diteruskan ke pasar-pasar sehingga dapat dibeli masyarakat. (Ade Marboen/Ant)

Kesaksian Ozil, Cristiano Ronaldo Sudah Hafal Surat Al-Fatihah

dakwatuna.com - Meski beragama Katolik yang taat, Cristiano Ronaldo selalu membela Islam dan menyukai ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Sekedar diketahui, Cristiano Ronaldo lahir di Funchal, Madeira, Portugal, 5 Februari 1985 silam. Ia merupakan seorang pemain sepak bola Portugal.
Ronaldo dapat berposisi sebagai bermain sebagai sayap kiri atau kanan serta penyerang tengah. Kini Ronaldo bermain untuk tim Spanyol, Real Madrid dan untuk tim nasional Portugal. Sebelum bermain untuk Real Madrid, ia pernah bermain di Sporting Lisboa dan Manchester United (MU). Pemain yang kerap bernomor punggung 7 di lapangan hijau ini juga akrab dengan sebutan CR7, gabungan dari inisial namanya dengan nomer punggungnya.
Beberapa waktu yang lalu, media terbesar dan terpercaya Spanyol ‘Marca’ memberitakan jika rekan Ronaldo satu timnya, Mesut Ozil, pemain muslim asal jerman yang berdarah turki ini, memberi kesaksian, Jika Cristiano Ronaldo sudah hapal huruf hijaiyah, dan juga sudah hapal surat favoritnya, yaitu surat Al- Fatihah.
Ronaldo membenarkan kesaksian dari Ozil, “Banyak yang tidak percaya kalau saya mengagumi Al-Quran, tapi memang begitulah kenyataannya, setiap Ozil membaca Al-Quran, saya senantiasa merasa damai, dan hati saya pun menjadi sejuk,” kata Ronaldo kepada Media Spanyol.
Mesut OziL juga membenarkan perkataan Ronaldo, “Cristiano Ronaldo selalu menunggu saya selesai Sholat di rest room, saya tahu dia ingin mendengar saya mengaji,” timpal Ozil.
Cristiano Ronaldo, kembali berkata, “Saya sudah hafal Al-Fatihah, mungkin nanti saya akan minta diajarkan berwudhu, saya sangat senang,” kata Ronaldo.
Bahkan, CR7 sangat senang mendengarkan Ozil membaca Al-Quran sebelum bertanding dan merasa yakin Real Madrid menang di pertandingan, jika sebelum pertandingan, Ozil membaca Al-Quran. (sp/srn)

Ozil “Real Madrid”: Ronaldo Selalu Ingatkan Saya Untuk Ucapkan Bismillah

dakwatuna.com – Meski beragama Katolik yang taat, Cristiano Ronaldo selalu membela Islam dan menyukai ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Sekedar diketahui, Cristiano Ronaldo lahir di Funchal, Madeira, Portugal, 5 Februari 1985 silam. Ia merupakan seorang pemain sepak bola Portugal.
Ronaldo dapat berposisi sebagai bermain sebagai sayap kiri atau kanan serta penyerang tengah. Kini Ronaldo bermain untuk tim Spanyol, Real Madrid dan untuk tim nasional Portugal. Sebelum bermain untuk Real Madrid, ia pernah bermain di Sporting Lisboa dan Manchester United (MU). Pemain yang kerap bernomor punggung 7 di lapangan hijau ini juga akrab dengan sebutan CR7, gabungan dari inisial namanya dengan nomor punggungnya.
Beberapa hari yang lalu, akun Twitter resmi Real Madrid memposting status yang menceritakan bahwa Ronaldo selalu mengingatkan rekan satu timnya – Mesut Ozil – untuk mengucapkan Bismillah. Mesut Ozil, pemain muslim asal Jerman berdarah Turki ini mengatakan, “Jika saya masuk ke ruang loker dan lupa mengucapkan Bismillah, Cristiano (Ronaldo) kadang datang kepada saya dan mengatkaan ‘Kamu lupa untuk mengucapkan Bismillah’”.
Berikut ini cuplikan tweet akun resmi Real Madrid:

 
Wow, respek buat Ronaldo! (dakwatuna/hdn)

Bagaimana Meng-Islam-kan Akhlaq Kita dan Sekitar Kita

dakwatuna.com - Sudah menjadi nilai universalitas tersendiri bagi Umat Manusia, bahwa perilaku yang baiklah yang akan diterima di masyarakat luas. Hal inilah yang menjadi nilai tawar setiap manusia, dalam menjalani interaksi sosial di masyarakat. Jika kita tinjau lebih dalam lagi, sebenarnya perilaku yang baik sudah menjadi core needed setiap insan, untuk mendapatkan hal yang serupa baiknya, entah itu dalam ranah tindakan maupun perkataan.
Hal tersebut menjadi menarik, kalau kita tinjau langsung ke peristiwa yang terjadi belakangan ini. Tentunya kita sudah sangat mengenal sosok Jokowi yang fenomenal. Maksud penulis di sini bukan berarti ingin mengangkat citra Gubernur DKI ini, melainkan melihat tindak tanduknya dari berbagai sisi. Entah strategi apa yang beliau lakukan, tindaknya langsung mengenai hati masyarakat. Mulai dari berbenah di Kota Solo selama satu periode penuh, turut berpartisipasi dalam Pilkada DKI, hingga saat ini turun langsung ke penanganan banjir yang terjadi di DKI Jakarta. Hal – hal tersebutlah yang menjadi posisi tawar yang memang menyentuh langsung pada hati nurani masyarakat. Menyoal apa yang dilakukan, dan bagaimana tindak tanduknya menjadi citra baik tersendiri baginya.
Maka apa pelajaran yang dapat diambil dari contoh kehidupan sehari – hari tersebut? Ya, perilaku sederhana dan sesuai dengan adab, norma, yang baik, menjadi kebutuhan dalam menjalani proses sosial di masyarakat. Seluruhnya sebenarnya sudah menjadi risalah yang termaktub dan disampaikan oleh Rasulullah SAW. Bahwa berakhlaq mulia, merupakan tujuan pokok dari risalah Islam. Sebagaimana dalam Hadits Rasulullah SAW, “Sesungguhnya, Aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad). Maka, sudahkah kita meng-Islam-kan akhlaq kita?
Untuk mengenali akhlaqul karimah – akhlaq yang terpuji, ada baiknya kita memang sudah menyadari, bahwa hal tersebut merupakan sebuah sistem yang berlaku dalam Islam, dan sejatinya menjadi kebutuhan kita. Islam yang syumuliyah mengatur dan menawarkan bagaimana seseorang harus bersikap. Akhlaq mulia merupakan bukti dan buah dari keimanan, yang mana akan menjadi timbangan amal seorang hamba untuk memaknai tiap perkataan dan tindakannya. Tanpa akhlaq yang mulia, ibadah tak ubahnya upacara dan gerakan-gerakan yang tidak memiliki nilai dan faedah sama sekali, seperti yang disampaikan pada Firman Allah SWT,
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut: 45)
Hal ini tentunya ditunjukkan untuk kebaikan si pelaku dan lingkungan sekitarnya. Untuk hal itu maka, seyogianya kita sebagai umat yang sudah memahami akan hal tersebut dapat memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
  1.  Bersikap wara’ (hati-hati) terhadap yang syubhat : bahwasanya setiap kita perlu berhati-hati dalam melaksanakan hal – hal yang sudah di haramkan dan segala yang syubhat
  2. Menahan pandangan (Ghadhul bashar) : menahan pandangan dari segala yang dilarang oleh Allah SWT
  3. Menjaga lidah
  4. Malu (haya’)
  5. Pemaaf dan sabar
  6. Jujur
  7. Rendah hati
  8. Menjauhi prasangka, ghibah, dan mencari cela sesama Muslim
  9. Dermawan dan pemurah
  10. Menjadi teladan yang baik
Pada akhirnya, setiap tindak tanduk kita perlulah disesuaikan dengan beberapa sikap di atas. Mulai dari paham untuk bersikap dan berhati – hati, menahan pandangan menjadi bekal dalam bergaul dan terjun langsung dalam sosial kemasyarakatan, menjaga perkataan untuk tetap malu, jujur, dan memiliki sikap yang rendah hati, senantiasa menjadi pemaaf akan suatu masalah yang sedang terjadi, serta menjaga lisan untuk tetap menjauhi prasangka, mengomongkan orang di belakang alias ghibah, serta mencari cela sesama Muslim. Kemudian hendaknya kita sebagai seorang Muslim untuk tetap senantiasa dermawan dan pemurah untuk bersedekah dan berjuang dijalan Allah, dan jauh dari kegelimangan harta dunia. Tentunya berbekal perilaku yang baik inilah, setiap dari kita menjadi Da’i atas dirinya sendiri, menjadi teladan yang baik dan menyeru lewat tindak tanduk yang baik dan mengena di lingkungan sekitar. Inilah bentuk Islam yang syumuliyah sebagai akhlaq, yang senantiasa membersamai setiap perkataan dan perbuatan yang dilakukan.
Wallahua’lam bishawab.

Eksplorasi Mandiri

dakwatuna.com - Sampai batas tertentu, mempelajari semesta hingga ke negeri jauh memberi banyak variasi pengalaman dan sudut pandang kehidupan yang mengembangkan pemikiran. Itulah salah satu rahasia perjalanan internasional Muhammad kecil ke Syam dan Yaman yang membuatnya matang di misi kenabian masa mendatang. Begitupun kisah para perantau ilmu yang arungi ribuan mil mencari cahaya pengetahuan untuk terangi redupnya kampung halaman.
Namun ekspedisi ke negeri jauh bukan jalan tunggal, karena revolusi teknologi hari ini merevolusi cara belajar, yaitu eksplorasi mandiri atau belajar otodidak. Yang pertama unggul karena diri dipaksa menghadapi tantangan situasi, geografi, dan problem-problem baru yang bahkan tidak pernah terpikir di daerah asal.
Dalam ekspedisi ke dataran jauh lingkungan eksternal memaksa motivasi agar terus membara, tapi dalam eksplorasi mandiri obsesi internal yang memberi nafas kerja. Jika dalam ekspedisi jauh situasi-situasi baru yang menyuplai bahan pengetahuan, dalam eksplorasi mandiri perencanaan yang menentukan objek pembahasan. Dalam ekspedisi jauh masyarakat baru, budaya baru memaksa Anda berbahasa baru lalu menggali pengetahuan dengan bahasa itu, dalam eksplorasi mandiri kursus bahasa jalan pembuka pemahaman.
Eksplorasi mandiri, adalah jalan para pemuda yang mengalahkan kesempitan kesempatan. Yaitu mereka yang mengembangkan pikiran tanpa menunggu waktu ujian, namun mengkonversi cita-cita menjadi motivasi kerja. Mereka yang tidak mengeluhkan keterbatasan pendidikan formal namun membuat sendiri kurikulum kehidupan. Mereka yang tidak dibimbing dosen kelas namun dipandu pergaulan yang cerdas. Mereka yang tidak hidup di negeri asing tapi memasuki komunitas bahasa asing. Motivasi, guru, metodologi dan bahasa adalah empat perangkat eksplorasi mandiri, atau belajar otodidak.
Jika para ulama menganggap sepertiga Islam terangkum dalam hadits, “innamal a’mâlu bin niyyât” [sunguh, kerja-kerja itu tergantung motifnya], itu bukan hanya karena urusan ikhlas-tidak ikhlas, tapi juga ia menunjukkan makna lain yang sama dalamnya, yaitu skala motivasi. Seperti tingkat motivasi hijrah generasi sahabat yang berlevel, yang akhirnya menjadi ukuran kinerja mereka, begitupun hidup manusia secara umum, mengikuti kaidah sosial tersebut. Karya manusia yang megah selalu berbahan bakar motivasi yang melimpah.
Motivasi pemuda pembelajar yang hanya mengejar kerja di perusahaan minyak tidak sama dengan motivasi pemuda yang bermimpi mengisi kekosongan umat Islam dari pakar minyak bumi atau nuklir atau undang-undang internasional atau pakar manuskrip sejarah negeri. Ingatan akan cita-cita besar itulah yang pada akhirnya terus mengisi motivasinya untuk mengeksplorasi pengetahuan walau secara mandiri dalam waktu yang panjang.
Tapi motivasi menggebu itu membutuhkan arah yang benar. Karena ilmu yang benar dibagun atas fondasi metodologi yang benar. Tidak ada lagi manusia yang mampu menjadi pakar multi disiplin seperti Ibnu Sina, atau Aristoteles. Dan waktu yang ada tidak akan cukup untuk membaca semua buku terbaik yang pernah tercipta. Cita-cita yang jelaslah yang menentukan satuan-satuan objek yang perlu dikuasai. Bahan pengetahuan untuk menjadi negarawan tidak sama dengan pakar tata kota, dan metodologi menjadi pakar nutrisi tidak sama dengan pakar kimia. Namun semuanya bisa dipelajari secara mandiri.
Ia hanya membutuhkan team pengarah. Ia membutuhkan guru-guru yang mengarahkan metodologi paling efisien untuk menguasai bidang tertentu. Guru tidak sama dengan buku, karena mereka telah melewati ranjau kekeliruan dalam perjalanan menuju kepakaran.
Mereka tidak hanya berdiri di ruang kuliah, tapi di tempat kerja, tetangga, di masjid, di pasar, atau bahkan anak-anak muda yang berkesempatan mendapatkan asupan resmi lembaga-lembaga pendidikan formal. Mereka adalah orang-orang yang lebih dulu mempelajari bidang yang kita harapkan dan menyelesaikannya. Karena orang bijak bukan hanya belajar dari kesalahan pribadi, tapi tidak perlu mengulangi kesalahan orang lain.
Dalam eksplorasi mandiri, guru tidak berfungsi sebagai pentransfer detail materi tapi arah umum metodologi. Berupa batasan pembahasan dalam suatu ilmu, tahapan dan referensi utamanya. Karena pada akhirnya, metodologi itu seperti pakaian yang mempuyai ukuran. Para pemuda sendirilah yang menjabarkan metodologi umum itu, lalu membuat rencana pembelajaran tahunan, hingga akhir usianya. Mereka sendirilah, dan bukan guru, yang menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan seperti: dalam potongan usia tertentu, target ilmu apa yang harus selesai? Bagaimana membaginya dalam jadwal bulanan atau mingguan? Buku apa saja yang perlu dibaca? Pakar mana saja yang perlu dimintai konsultasi?
Perangkat lain adalah bahasa asing. Dibalik setiap cerita revolusi pengetahuan, selalu berdiri barisan para pemuda cendekia yang melampaui ketidakberdayaan bahasa negerinya dalam persaingan pengetahuan yang paling mutakhir. Seperti generasi awal ilmuwan-ilmuwan Yunani yang menerjemahkan pengetahuan Mesir kuno dan Babilonia, kemudian muslim Arab zaman Daulah Umawiyyah dan Abbasiyyah yang menerjemahkan pengetahuan Yunani, lalu bangsa Eropa abad pertengahan yang menterjemah pengetahuan dari negeri-negeri muslim khususnya dari Andalusia di Spanyol, Sisilia di Italia dan Istambul di Turki.
Generasi muda yang menguasai bahasa asing itu tidak bertugas mengadopsi budaya asing yang baru, namun menyerapnya sebagai bahan yang diolah menjadi solusi yang paling tepat bagi negerinya. Karena seperti itu siklus sejarah dan alur kebangkitan sebuah umat. Dari murid menjadi guru, dari pengikut pengetahuan menjadi pemimpin peradaban.
Bahasa asing bukan lagi makhluk asing di Indonesia karena lembaga kursus seperti gedung-gedung Dubai di tanah tandus. Ia tumbuh dengan pesat dan menyebar di kota-kota besar. Namun bahasa asing bukan hanya untuk berdendang dan berbincang apalagi prestise. Ia adalah alat untuk membuka gembok-gembok pengetahuan, kacamata untuk membaca literatur-literatur terbaik sepanjang zaman. Bahasa asing, khususnya Arab, Inggris, Perancis, Cina, Jepang, bagi pemuda bukan lagi untuk obrolan harian dalam club bahasa, tapi kebiasaan dalam telaah riset dan kajian-kajian dalam eksplorasi mandiri. Tanpa bahasa asing, walau dengan semangat membaja, guru yang membina, dan metodologi yang rapi tertata, suatu saat akan dirasai, bahwa ruang gerak eksplorasi mandiri terasa sangat sempit.

Tolak Larangan Mengenakan Jilbab Panjang

Written By Marseno on Rabu, 10 April 2013 | 22.30

dakwatuna.com - Bibit Waluyo mengeluarkan peraturan gubernur (pergub) kepada Rumah Sakit se-Jawa Tengah tentang larangan menggunakan jilbab panjang.  Peraturan tersebut tentu meresahkan masyarakat muslim.  Sebagai orang nomor 1 di Jawa Tengah, Didik Waluyo tidak berorientasi pada UU No.  32 Tahun 2004 pasal 13 ayat 1 yang berbunyi bahwa segala peraturan daerah harus berimplikasi pada ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Larangan menggunakan jilbab panjang tersebut sampai pada Ketua MUI Solo, Prof. Dr. dr. KH. Zaenal Arifin Adnan yang menerima pengaduan sejumlah karyawan muslimah RS di Solo.  Peraturan gubernur tersebut menyangkut hukum SARA. Sesuai dengan UU RI 1945 pasal 28E ayat 1 tertera “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”. Mengenakan jilbab adalah bagian dari perintah agama Islam. Melarang menggunakan jilbab sama saja dengan tidak menganggap Islam ada di Indonesia.
Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia layak menjadi barometer gaya hidup umat Islam. Berdasarkan penelitian The Pew Forum on Religion & Public Life pada tahun 2010, Indonesia menduduki urutan pertama dengan penduduk yang menganut agama Islam paling besar, yaitu 12,7% dari total muslim dunia. Oleh karena itu, larangan menggunakan jilbab di Indonesia merupakan kebijakan yang impossible dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini merupakan sikap anti Islam dan penindasan Islam se dunia.
Kasus pelarangan menggunakan jilbab oleh pejabat publik, tidak hanya menghantui warga Jawa Tengah, melainkan juga di daerah lain. Februari 2012 yang lalu,  DPRD Surabaya menerima laporan dari beberapa karyawan dan karyawati di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (Stikom) yang mengadu atas larangan mengenakan busana muslim (jilbab) di sekitar kampus. Selain itu, pada tahun yang sama, di Cirebon sekolah Geeta International School juga melarang siswanya menggunakan jilbab. (Republika.co.id)
Berbagai kejadian demi kejadian pelarangan menggunakan jilbab juga dialami oleh penduduk muslim di luar negeri. Tahun 1981, pemerintah Tunisia meratifikasi UU No. 108 yang melarang wanita muslimah menggunakan Jilbab di lembaga-lembaga pemerintahan. Menteri Urusan Agama Tunisia, Abu Bakar Akhzouri, bahkan mengeluarkan pernyataan bahwa jilbab tidak sesuai dengan warisan budaya Tunisia. Hingga tahun 2006, di sekolah dan kampus dilarang menggunakan jilbab.
Tidak hanya itu, di Turki, Jerman, Prancis, Inggris, Mesir, Belanda, Nigeria, Swedia, Spanyol, Maroko, Amerika, Kanada dan Rusia juga mengalami nasib yang sama. Pemerintah negara- negara tersebut anti jilbab. Baik di lembaga pemerintah, rumah sakit, sekolah, kampus hingga di lapangan bola tidak diperkenankan menggunakan jilbab. Karena jilbab dianggap simbol penindasan terhadap kaum perempuan. Jilbab menjadi fenomena asing bagi orang- orang yang memusuhi Islam secara tidak langsung.
Komite PBB berafiliasi pada CEDAW yang turut campur tangan perihal eksistensi jilbab bagi penduduk muslim. Organisasi tingkat Internasional tersebut mengaku prihatin atas kerugian apabila menjalankan ajaran agama, termasuk jumlah perempuan Muslim yang dikeluarkan dari sekolah dan universitas karena memakai jilbab. Larangan menggunakan jilbab menjadi permasalahan yang mendunia, alasan yang melatarbelakangi pelarangan tersebut adalah paham feminisme, kesetaraan gender dan dianggap diskriminatif terhadap perempuan.
Anehnya, jika penduduk muslim merasa hak asasinya diabaikan, mengapa justru mereka merasa ditindas dengan tidak diperbolehkan menggunakan jilbab. Bukankah saat hak asasi itu diberikan seharusnya mereka merasa gembira? Dapat disimpulkan bahwa alasan oknum yang anti jilbab tidak rasional dalam kaca mata kemanusiaan.
Naluriah manusia untuk dapat menjalankan perintah agama yang dipercayanya secara keseluruhan. Walaupun terkadang menurut sebagian orang yang melihatnya dalam menjalankan perintah agama adalah sebuah penindasan, namun tidak bagi muslim yang paham dengan manfaat menggunakan jilbab.
Jilbab bermanfaat untuk melindungi perempuan dari gangguan dan agar mudah dikenal. Karena alamiah apabila seorang laki-laki terangsang melihat perempuan yang menggunakan pakaian seksi, sehingga Islam mengajarkan agar tubuh perempuan ditutupi agar tidak diganggu. Jilbab juga bermanfaat agar antara muslim yang satu dengan muslim yang lain mudah mengenal. Walaupun jarak tinggal berjauhan antara kutub utara dan kutub selatan, saat mereka berjumpa mereka akan merasakan persaudaraan sesama muslim. Aqidah (kepercayaan) mereka mengeratkan jiwa mereka untuk saling menyapa dan mengenal lebih dekat.
Melawan Hukum Alam
Dalih yang diungkapkan pihak –pihak yang melarang menggunakan jilbab beracuan pada hal yang umum, yaitu hak asasi manusia. Menutupi tubuh perempuan bagi mereka adalah sebuah penindasan, mengekang perempuan dan merendahkan harkat perempuan. Mereka meninjau dari sisi penyamaan kedudukan laki- laki dan perempuan. Laki- laki bebas berbusana, perempuan juga. Laki-laki bebas berprofesi apa saja, perempuan juga. Lalu dapatkah mereka menyamakan agar laki-laki bisa hamil dan melahirkan sebagaimana kodrat perempuan?
Dalam perspektif gender, tidak ada hubungan antara larangan menggunakan jilbab dengan kodrat perempuan. Sebagaimana laki-laki bebas berbusana, demikian pula perempuan. Jika para perempuan yang ingin membuka tubuhnya diperbolehkan oleh pemerintah, lalu mengapa yang ingin menutupinya dilarang. Bukankah keduanya merupakan hak asasi manusia?
Para stakeholders pembuat kebijakan publik harus cerdas memilah antara kebijakan yang memberi manfaat atau yang berdampak buruk bagi masyarakat. Degradasi moral anak bangsa justru semakin membaik dengan semakin banyaknya remaja putri yang menggunakan jilbab. Sejalan dengan data yang dirilis okezone.com, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menyatakan penyebab utama pemerkosaan di Indonesia adalah pornografi.
Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumsel, Siti Romlah mengatakan sepanjang tahun 2012 tingkat pemerkosaan terhadap anak meningkat 50% dibandingkan tahun 2011. Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak belum tersosialisasi dan ditegakkan. Di dalam UU tersebut jelas tercantum bahwa sanksi pelanggaran pemerkosaan bisa mencapai lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 200an juta. Namun pada kenyataannya panggang masih jauh dari api.
Menelisik hasil penelitian Indonesia Police Watch (IPW), Bibit Waluyo patut berbangga hati kepada warga Jateng yang menggunakan jilbab karena secara tidak langsung, merekalah pahlawan remaja putri. Para jilbabers adalah suri tauladan untuk menekan angka pemerkosaan dengan tidak berpenampilan secara pornografi maupun pornoaksi. Bukankah hal yang timpamg jika pahlawan justru diserang dengan larangan menggunakan jilbab. Sedangkan di luar sana, pelaku pornografi bebas melenggang seenak syahwat tanpa peduli nasib anak bangsa.

Keluarga, Laboratorium Kepemimpinan

dakwatuna.com - Liburan semester kemarin, mengajarkan kami untuk lebih bijak menjadi orang tua. Semua anak-anak berkumpul, dalam waktu yang bersamaan. Di hari-hari biasa, separuh dari anak-anak kami tinggal di asrama dan pesantren, separuh yang kecil ada di rumah bersama kami. Liburan-liburan sebelumnya, kadang tidak dalam waktu yang bersamaan, ada selisih hari masuk dan hari libur. Berkumpulnya seluruh anggota keluarga, sungguh merupakan suatu kebahagiaan tersendiri, yang tidak bisa dirasakan oleh mereka yang tidak memahami esensi dan nilai penting sebuah keluarga. Ia adalah fitrah, dan panggilan jiwa, nurani yang bersih akan selalu merindukan saat-saat berkumpul, berbahagia, bercanda, bercengkerama, berbagi suka dan duka, saling memberi, saling mengasihi, saling menyayangi, saling memahami, saling menghargai, saling menjaga perasaan, saling melindungi, saling menguatkan, saling membahagiakan. Dan sejuta kebaikan yang harus kita tebarkan kepada seluruh anggota keluarga.
Sebagai bagian dari fitrah, berkeluarga mengajarkan kita berbagai macam makna kehidupan… Berbagai macam tingkah, keinginan dan karakter anak, menjadi miniatur sebuah masyarakat yang kita pimpin. Meski lahir dari rahim yang sama, orang tua yang sama, tidak kita pungkiri, masing-masing anak memiliki karakter, sifat, kecenderungan dan hobi yang berbeda-beda. Banyak sekali aktivitas sehari-hari dalam kehidupan keluarga yang bisa menjadi ajang latihan /mengasah keterampilan menjadi seorang pemimpin.
  1. Penanaman nilai, aturan, dan mengaplikasikan semua nilai tersebut, menjadi laboratoriumnya adalah keluarga. Bagaimana kita sebagai orang tua yang posisinya sebagai pemimpin, mampu mengoptimalkan seluruh SDM yang ada melatih dan membina, mengokohkan dan menyalurkan seluruh potensi yang ada untuk kemajuan dan kesejahteraan. Penyiapan SDM yang tangguh, bermartabat, berprestasi dan berakhlak terpuji, menjadi kunci sukses pembangunan di masyarakat. Penyiapan semua ini, dapat kita uji coba kan di dalam keluarga. Bayangkan, jika seluruh keluarga memiliki konsep yang sama tentang urgensi penyiapan SDM, dan semua keluarga benar-benar menyiapkan SDM dimaksud, maka akan berlimpah SDM yang siap menjadi subjek pencipta kebaikan di tengah masyarakat.
  2. Life skill dan keterampilan lainnya, dapat kita temukan dalam berbagai momentum hidup di tengah keluarga. Saat menyiapkan menu makanan misalnya… Dengan keterbatasan sumber daya yang ada (dana, waktu, tenaga), jika tiap anak memiliki makanan kesukaan dan keinginan yang berbeda-beda, hal ini pasti menuntut kepiawaian seorang ibu sebagai pemimpin urusan rumah tangga untuk mengambil keputusan dengan bijaksana. Misalnya anaknya ada 7 orang. Anak pertama minta menu ikan goreng, anak kedua minta uang tepung, anak ketiga minta soto ayam, anak keempat minta telur balado, anak kelima minta pepes tahu, anak keenam minta ayam semur, anak ke tujuh minta gulai cumi. Seorang ibu akan berpikir keras, bagaimana caranya bisa membahagiakan anak-anaknya dengan semua keterbatasan yang ibu miliki. Ibu yang bijaksana, akan mengajak anak-anaknya yang kira-kira sudah bisa memahami masalah, untuk melakukan musyawarah kecil, kompromi, atau lobi- lobi cantik dengan anak-anaknya.
  3. Uji coba sifat-sifat kepemimpinan bisa juga kita dapatkan pada momentum ini. Saat menentukan ke mana akan pergi rihlah. Setiap anak, sesuai dengan tingkat usia dan kebutuhannya menginginkan tempat/tujuan rihlah yang berbeda satu sama lain. Ada yang ingin ke pantai, ada yang ingin ke puncak pegunungan, ada yang hanya ingin keliling di pinggiran kota, ada yang ingin berenang di kolam renang, ada yang ingin wisata kuliner. Hal-hal semacam ini harus kita sikapi sebagai sebuah latihan untuk bisa menganalisa, memenej serta mengambil keputusan yang tepat, segala keterbatasan dana, waktu, tenaga dan daya dukung yang lain. Melalui proses yang baik, melatih anak untuk mengeluarkan pendapat, melatih untuk berargumentasi dengan alasan kuat, melatih untuk bisa ikhlas dan taat dengan keputusan yang diambil, melatih anak untuk berbagi tugas, dan melatih orang tua untuk bisa bijak dalam mengambil keputusan dan bersikap. Keputusan yang bijaksana dengan mempertimbangkan seluruh aspirasi dari anggota keluarga, akan semakin mengokohkan ikatan tali kebersamaan keluarga, dan mendewasakan sikap.
  4. Pada kesempatan lain, menghadapi berbagai aktivitas yang padat dan tuntutan banyak hal dari anak, akan membuat orang tua harus berlatih mengoptimalkan setiap kesempatan dengan sebaik mungkin, memenej waktu dengan disiplin, memberi contoh bagaimana harus komitmen dengan waktu, dan sekaligus menerapkan konsep-konsep yang selama ini sudah ditanamkan pada diri dan anak. Ketika kita sebagai orang tua tidak bisa menunjukkan contoh komitmen dan disiplin dengan jadwal dan waktu yang telah ditetapkan, sulit untuk mengharapkan anak-anak juga bisa komitmen dan disiplin. Jika saat-saat tertentu, terpaksa kita belum bisa menunaikan apa yang menjadi kesepakatan bersama karena berbagai hal yang terkendala, maka kita harus menyampaikan dan mengkomunikasikan hal ini dengan sebaik mungkin, agar anak tetap husnudzon dan respect terhadap sikap kita, Jangan membiarkan anak dalam teka-teki dan menduga-duga, atau mengecap “salah” kepada kita. Hal ini akan menjadi proses pembelajaran tersendiri, untuk mengerti dengan yang disebut “kompromi”.
  5. Pembagian tugas, memotivasi diri dan orang lain untuk komitmen dengan tugas, dan belajar mengevaluasi, serta memperbaiki kesalahan, adalah latihan-latihan lain untuk menjadi seorang pemimpin, yang ini juga bisa kita pelajari dan kita latih dalam kehidupan berkeluarga. Berbagai macam pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan lain bisa kita distribusikan kepada seluruh anggota keluarga, sesuai fitrah dan kapasitasnya. Merapikan tempat tidur, menyapu, mengepel, mencuci baju, memasak, mencuci piring, menyiram tanaman, membersihkan halaman, mencuci motor/mobil, memberi makan binatang piaraan, mengantar adik sekolah, semua ini bisa kita jadikan sebagai latihan yang sangat bermanfaat.
Tentu masih banyak hal-hal lain yang bisa kita gali dalam kehidupan keluarga dalam konteks untuk latihan/laboratorium untuk mengasah sifat-sifat kepemimpinan, bagi kita sebagai orang tua, ataupun bagi anak-anak. Kebahagiaan dan kesuksesan hidup bersama keluarga, adalah modal yang utama untuk sukses hidup dalam lingkup yang lebih luas dan lebih kompleks. Keluarga adalah laboratorium, hasil uji laboratorium menjadi pijakan awal untuk ditransformasikan di skala makro di tengah masyarakat, umat dan bangsa. Sungguh, keluarga adalah proyek besar membangun peradaban. Wallahu a’lam bishawwab. 


 
Copyright © 2011. Salamun Haris - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger